Baliho Bodong, Polusi Pandangan
Pencemaran kini sedang menjadi trending topic masyarakat. Pencemaran
udara, air, tanah, dan suara menjadi sorotan publik ketika dampak riilnya
terhadap kehidupan mulai terlihat dan
dirasakan oleh masyarakat. Ternyata, dampak buruk dari pencemaran dapat
berakibat fatal bagi kehidupan. Banyak orang yang tersadarkan akan buruknya
kondisi lingkungan saat ini. Banyak ormas dan kelompok-kelompok peduli
lingkungan yang tergerak untuk menanggulangi permasalahan lingkungan yang sedang
terjadi. Kesadaran akan kebutuhan untuk menjaga kualitas dan kestabilan
lingkungan pada taraf yang tidak membahayakan tampak mulai mengubah paradigma
masyarakat. Sekian anggota masyarakat yang tadinya pasif kini turut berperan
aktif dalam kegiatan menjaga lingkungan agar tetap sehat dan nyaman.
Setiap
bentuk pencemaran memiliki standar kualitas masing-masing yang menentukan ada
atau tidaknya pencemaran. Udara dikatakan tercemar ketika udara mengandung
substansi fisik, kimia, atau biologis
yang dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup. Air dikatakan tercemar
apabila terganggu oleh kontaminan antropogenik, tidak bisa
mendukung kehidupan manusia, dan mengalami pergeseran kemampuan mendukung
komunitas penyusun biotik. Tanah dikategorikan tercemar apabila
bahan-bahan kimia dan zat berbahaya lainnya masuk ke dalam tanah dan mengubah
lingkungan alami tanah. Sedangkan polusi suara terjadi apabila sebuah suara
menyebabkan ketiaktenteraman pada kehidupan makhluk hidup di sekitarnya.
Dalam uraian di
atas telah dijelaskan secara singkat mengenai berbagai bentuk polusi. Namun,
apa itu sebenarnya yang dimaksud dengan polusi? Berdasarkan penjelasan
sebelumnya dapat dipahami bahwa polusi merupakan sebuah keadaan dimana bahan,
zat, dan/atau benda asing masuk ke dalam suatu tatanan alam dan bersifat
mengubah atau bahkan merusak tatanan alam tersebut, sehingga mengganggu
kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Sebelumnya telah disebutkan empat
kategori pencemaran lingkungan. Namun, essay ini tidak akan membahas satu dari
empat kategori tersebut, melainkan akan mengangkat sebuah topik mengenai satu
bentuk pencemaran lain yang secara formal belum ‘disahkan’ sebagai pencemar
tetapi pada kenyataannya cukup mengganggu kehidupan masyarakat.
Baliho, siapa
yang tidak mengenal papan raksasa ini? Keberadaannya begitu banyak tersebar di
kota. Ada yang terpasang di sepanjang jalan, juga di berbagai persimpangan
strategis. Papan raksasa ini semakin terkenal ketika malam hari. Dengan
berisikan lampu neon, baliho mengisi jalanan dengan sinar dari berbagai warna.
Banyak yang mengatakan bahwa disitulah letak keindahan kota di malam hari.
Namun, ketika papan berwarna-warni tersebut satu demi satu ‘berbicara’ dan
saling bersaingan menyampaikan pesan kepada masyarakat, masih indahkah keberadaannya?
Topik mengenai
baliho inilah yang akan dibahas dalam essay ini. Mengapa papan ini dikatakan
sebagai pencemar? Secara langsung baliho sebenarnya tidak berpengaruh terhadap
lingkungan hidup, akan tetapi keberadaannya yang sangat banyak dirasa mulai
mengganggu dan mengotori pemandangan kota. Disamping itu, bentuk-bentuk polusi
lain memiliki kadarnya masing-masing untuk menentukan ambang pencemarannya.
Pada halnya pandangan, apakah terdapat kadar yang demikian juga? Padahal perhatikanlah,
mulai dari keluar rumah, berkendaraan di jalan, hingga akhirnya memasuki
belokan terakhir sebelum mencapai tujuan, berapa baliho dan papan iklan yang
telah dilewati selama perjalanan?
Perjalanan
menuju suatu lokasi di kota besar sudah terasa sangat melelahkan. Lalu lintas
yang padat dan tingkat kemacetan yang
tinggi membuat senap dijalan. ditambah Pemandangan alam yang dapat dinikmati sebagai
penyegar fikiran pun sangat terbatas. Akan terasa semakin menyebalkan ketika pemandangan
yang sudah sesak itu masih diisi lagi dengan papan-papan baliho yang begitu
banyak di sepanjang jalan. Langit yang telah dipenuhi oleh kabel listrik kini
semakin tertutupi oleh papan baliho yang menjulang dan sangat luas. Tidak ada pemandangan
di kota yang melegakan dalam jarak 10 meter. Papan baliho saling bersaingan
untuk ‘memperlihatkan diri’ kepada para pengemudi di jalanan. Akibatnya,
kebebasan untuk melihat alam semakin berkurang. Baliho dan papan reklame seakan
memaksa siapapun yang melintasinya untuk melihat, membaca, atau setidaknya.
Saat ini
papan-papan raksasa tersebut semakin banyak jumlahnya namun semakin tidak
tersusun polanya. Padahal, baliho yang tersebar di ruang publik seharusnya
memperhatikan kebutuhan masyarakat akan estetika kota. Hal ini menjadi masalah
tata kota yang harus ditangani baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Tentunya, solusi yang harus dibuat memperhatikan berbagai aspek kehidupan
masyarakat, bukan sekedar mendahulukan kepentingan dagang pihak-pihak tertentu.
Oleh karenanya, seharusnya ada kebijakan yang membela hak masyarakat akan
pandangan kota yang sehat. Setiap sudut kota tidak mesti dikomersialkan,
meskipun letaknya strategis untuk berbisinis.
Perlu diingat
bahwa keberadaan papan reklame tidak selalu menguntungkan bagi masyarakat,
melainkan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Bahkan rakyat justru
semakin menjadi objek konsumerisme dengan adanya advertensi yang seolah-olah
memaksa untuk dilihat di sepanjang jalan kota. Rakyat berhak akan kota yang
nyaman dan asri. Seharusnya letak baliho dan papan reklame ditentukan dan
dipusatkan di tempat-tempat strategis yang tertentu saja, sehingga keindahan
kota lainnya masih dapat dinikmati. Sehingga akyat tidak merasa selalu menjadi
objek konsumerisme. #bridgingcourse07
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar