Sabtu, 06 Oktober 2012

BALIHO, POLUSI PANDANGAN


Baliho Bodong, Polusi Pandangan
Pencemaran kini  sedang menjadi trending topic masyarakat. Pencemaran udara, air, tanah, dan suara menjadi sorotan publik ketika dampak riilnya terhadap kehidupan mulai terlihat  dan dirasakan oleh masyarakat. Ternyata, dampak buruk dari pencemaran dapat berakibat fatal bagi kehidupan. Banyak orang yang tersadarkan akan buruknya kondisi lingkungan saat ini. Banyak ormas dan kelompok-kelompok peduli lingkungan yang tergerak untuk menanggulangi permasalahan lingkungan yang sedang terjadi. Kesadaran akan kebutuhan untuk menjaga kualitas dan kestabilan lingkungan pada taraf yang tidak membahayakan tampak mulai mengubah paradigma masyarakat. Sekian anggota masyarakat yang tadinya pasif kini turut berperan aktif dalam kegiatan menjaga lingkungan agar tetap sehat dan nyaman.
Setiap bentuk pencemaran memiliki standar kualitas masing-masing yang menentukan ada atau tidaknya pencemaran. Udara dikatakan tercemar ketika udara mengandung substansi fisik, kimia, atau biologis  yang dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup. Air dikatakan tercemar apabila terganggu oleh  kontaminan antropogenik, tidak bisa mendukung kehidupan manusia, dan mengalami pergeseran kemampuan mendukung komunitas penyusun biotik. Tanah dikategorikan tercemar apabila bahan-bahan kimia dan zat berbahaya lainnya masuk ke dalam tanah dan mengubah lingkungan alami tanah. Sedangkan polusi suara terjadi apabila sebuah suara menyebabkan ketiaktenteraman pada kehidupan makhluk hidup di sekitarnya.
Dalam uraian di atas telah dijelaskan secara singkat mengenai berbagai bentuk polusi. Namun, apa itu sebenarnya yang dimaksud dengan polusi? Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat dipahami bahwa polusi merupakan sebuah keadaan dimana bahan, zat, dan/atau benda asing masuk ke dalam suatu tatanan alam dan bersifat mengubah atau bahkan merusak tatanan alam tersebut, sehingga mengganggu kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Sebelumnya telah disebutkan empat kategori pencemaran lingkungan. Namun, essay ini tidak akan membahas satu dari empat kategori tersebut, melainkan akan mengangkat sebuah topik mengenai satu bentuk pencemaran lain yang secara formal belum ‘disahkan’ sebagai pencemar tetapi pada kenyataannya cukup mengganggu kehidupan masyarakat.
Baliho, siapa yang tidak mengenal papan raksasa ini? Keberadaannya begitu banyak tersebar di kota. Ada yang terpasang di sepanjang jalan, juga di berbagai persimpangan strategis. Papan raksasa ini semakin terkenal ketika malam hari. Dengan berisikan lampu neon, baliho mengisi jalanan dengan sinar dari berbagai warna. Banyak yang mengatakan bahwa disitulah letak keindahan kota di malam hari. Namun, ketika papan berwarna-warni tersebut satu demi satu ‘berbicara’ dan saling bersaingan menyampaikan pesan kepada masyarakat, masih indahkah keberadaannya?
Topik mengenai baliho inilah yang akan dibahas dalam essay ini. Mengapa papan ini dikatakan sebagai pencemar? Secara langsung baliho sebenarnya tidak berpengaruh terhadap lingkungan hidup, akan tetapi keberadaannya yang sangat banyak dirasa mulai mengganggu dan mengotori pemandangan kota. Disamping itu, bentuk-bentuk polusi lain memiliki kadarnya masing-masing untuk menentukan ambang pencemarannya. Pada halnya pandangan, apakah terdapat kadar yang demikian juga? Padahal perhatikanlah, mulai dari keluar rumah, berkendaraan di jalan, hingga akhirnya memasuki belokan terakhir sebelum mencapai tujuan, berapa baliho dan papan iklan yang telah dilewati selama perjalanan?
Perjalanan menuju suatu lokasi di kota besar sudah terasa sangat melelahkan. Lalu lintas yang  padat dan tingkat kemacetan yang tinggi membuat senap dijalan. ditambah Pemandangan alam yang dapat dinikmati sebagai penyegar fikiran pun sangat terbatas. Akan terasa semakin menyebalkan ketika pemandangan yang sudah sesak itu masih diisi lagi dengan papan-papan baliho yang begitu banyak di sepanjang jalan. Langit yang telah dipenuhi oleh kabel listrik kini semakin tertutupi oleh papan baliho yang menjulang dan sangat luas. Tidak ada pemandangan di kota yang melegakan dalam jarak 10 meter. Papan baliho saling bersaingan untuk ‘memperlihatkan diri’ kepada para pengemudi di jalanan. Akibatnya, kebebasan untuk melihat alam semakin berkurang. Baliho dan papan reklame seakan memaksa siapapun yang melintasinya untuk melihat, membaca, atau setidaknya. 
Saat ini papan-papan raksasa tersebut semakin banyak jumlahnya namun semakin tidak tersusun polanya. Padahal, baliho yang tersebar di ruang publik seharusnya memperhatikan kebutuhan masyarakat akan estetika kota. Hal ini menjadi masalah tata kota yang harus ditangani baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Tentunya, solusi yang harus dibuat memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat, bukan sekedar mendahulukan kepentingan dagang pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya, seharusnya ada kebijakan yang membela hak masyarakat akan pandangan kota yang sehat. Setiap sudut kota tidak mesti dikomersialkan, meskipun letaknya strategis untuk berbisinis.
Perlu diingat bahwa keberadaan papan reklame tidak selalu menguntungkan bagi masyarakat, melainkan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Bahkan rakyat justru semakin menjadi objek konsumerisme dengan adanya advertensi yang seolah-olah memaksa untuk dilihat di sepanjang jalan kota. Rakyat berhak akan kota yang nyaman dan asri. Seharusnya letak baliho dan papan reklame ditentukan dan dipusatkan di tempat-tempat strategis yang tertentu saja, sehingga keindahan kota lainnya masih dapat dinikmati. Sehingga akyat tidak merasa selalu menjadi objek konsumerisme. #bridgingcourse07
Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar