Minggu, 05 Mei 2013

Satu Langkah ke Masa Lalu Media Komunikasi


Study Tour  : Lokananta & Monumen Pers Nasional  

Pada hari Kamis, 2 Mei 2013 lalu, kelas matakuliah Sejarah Komunikasi dan Media dari Jurusan Ilmu Komunikasi UGM mengadakan studi tur ke Solo. Pada kesempatan ini,  dilakukan kunjungan ke dua tempat bersejarah yang memiliki arti dan peran serta yang penting dalam sejarah perkembangan media di Indonesia, yaitu Lokananta dan Monumen Pers.
Sebagaimana diungkapkan oleh Ir. Soekarno dengan semboyannya  “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah” – yang biasa disingkat menjadi Jas Merah, sejarah perlu selalu dibina dan dilestarikan untuk menjaga kearifan budaya dan jati diri masyarakat selaku keturunan leluhur bangsa. Kehidupan bangsa saat ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai peristiwa yang telah dilewati sejarah. Perlu diingat bahwa sejarah terbentuk dari jaring-jaring kehidupan masa lalu yang saling tumpang-tindih, menopang sekaligus menggugurkan satu sama lain, dan di lain sisi juga membaurkan berbagai aspek kehidupan di masa lalu, seperti aspek ekonomi, politik, pendidikan,  penerapan teknologi, dan budaya. Pembauran dari aspek-aspek kehidupan ini-lah yang kemudian melahirkan tatanan kehidupan sebagaimana adanya saat ini. Demikian pula halnya dengan kehidupan media di Indonesia. Keberadaan media komunikasi di masa kini tidak terlepas dari perkembangan dan jatuh-bangun peradaban media pada periode-periode sebelumnya. Perkembangan media dan fasilitas media komunikasi di Indonesia pun tampaknya juga senantiasa berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan lainnya.
Melalui kunjungan ke Lokananta dan Monumen Pers ini, para mahasiswa pengampu mata kuliah Sejarah Komunikasi dan Media dari jurusan Ilmu Komunikasi UGM berusaha menggali dan mengeksplorasi sejarah dan perkembangan media di Indonesia, sebagai sebuah usaha untuk memperluas wawasan mengenai jati diri bangsa dan kompleksitas sejarah media di Indonesia.
Tempat bersejarah yang menjadi objek kunjungan pertama adalah Lokananta. Nama Lokananta diambil dari nama seperangkat alat Gamelan di Suralaya, yaitu Istana Dewa-dewa di Khayangan dalam legenda pewayangan. Dalam legenda ini dikisahkan bahwa Gamelan Lokananta dapat berbunyi sendiri tanpa penabuh.
Pada suatu masa dalam sejarah, Lokananta merupakan satu-satunya studio rekaman di Indonesia, sekaligus menjadi mayor label dalam industri musik Indonesia. Pada masa-masa itu-lah Lokananta meraih masa-masa keemasannya. Selama tiga dekade (1960 – 1980) Lokananta menjadi pelopor dalam dunia rekaman di Indonesia, yang memproduksi piringan hitam dan pita ring master. Tidak hanya itu, Lokananta juga mengorbitkan artis-artis legendaris yang merupakan pemusik papan atas di masa itu, seperti Titik Puspa, Adi Bing Slamet, Gesang, dan Waldjinah. Tidak heran apabila pada masa kejayaan ini nama Lokananta sangat dikenal di berbagai penjuru Tanah Air. Anak muda maupun orang tua pasti tidak asing dengan nama pelpor studio rekaman ini.
Pada tahun 1990-an, Lokananta mengalami masa-masa sulit yang mengakibatkan terjadinya kemunduran dalam banyak hal. Pada masa ini penjiplakan mulai tumbuh subur di Tanah Air, yang tentunya  sangat merugikan Lokananta selaku produsen musik. Seiring dengan maraknya fenomena penjiplakan, terdapat 70 label baru yang berkembang pesat dan menjadi alternatif bagi pasar yang tadinya hanya dikuasai oleh Lokananta. Tidak hanya itu, pada tahun 1998-an Lokananta harus menanggung beban yang berat akibat adanya kebijakan Likuidasi BUMN oleh Presiden Gusdur. Dengan adanya kebijakan tersebut, Lokananta terbelit berbagai permasalahan terkait birokrasi perusahaan dan hubungan administratif dengan pemerintah. Akibatnya, hingga tahun 2001, kehidupan Lokananta terkatung-katung. Kepemimpinan Lokananta berganti-ganti dalam periode yang singkat, pemasaran yang dilakukan nyaris mendekati nol hingga kegiatan pasar pada akhirnya ditutup dan Lokananta dikatakan failiet (2001). Mengingat betapa luar biasanya aset yang dimiliki Lokananta untuk proses perekaman suara, maka hal utama yang dilakukan dalam menempuh masa-masa sulit ini adalah menjaga dan merawat aset-aset Lokananta.
Kini Lokananta tengah berada dalam tahap konsolidasi. Berkat segenap usaha promosi sukarela, dan berbagai bantuan serta kerjasama yang diperoleh, Lokananta kembali  mengalami perkembangan yang positif dan signifikan di masa kini. Setelah melalui fase-fase yang bagaikan “mati suri” tersebut, kunjungan ke Lokananta di hari-hari ini pun meningkat, baik kunjungan yang bersifat lokal maupun nasional.  Pada tahap konsolidasi ini Lokananta hendak berkembang untuk mewujudkan diri sebagai museum perekaman di Indonesia. Melalui  perkembangan ini, diharapkan agar Lokananta dapat menyebarluaskan budaya dan mengemban visinya sebagai pusat pengembangan budaya.
Di sisi lain, Lokananta terus menjalankan aktivitas rekamannya, yang akhir-akhir kerap diminati oleh artis-artis papan atas seperti Glenn Fredly, Efek Rumah Kaca, White Shoes, dan lain-lain. Aktivitas yang dijalani di Lokananta meliputi seluruh kegiatan dalam memproses musik secara utuh, yaitu mulai dari rekaman hingga mastering, dan dari produksi sampai pemasaran. Atau, sebagaimana tertera pada papan namanya, kegiatan dan fasilitas yang tersedia di Lokananta meliputi Recording Studio, Audio Video Duplicating, Broadcasting, Multimedia, Printing, dan Publishing. Dalam melakukan berbagai aktivitas ini, studio Lokananta masih mempertahankan penggunaan aset yang dimiliki sejak jaman dulu. Kualitas dari aset-aset tersebut memang terbilang luar biasa, yang sebagian besar teryata merupakan barang-barang produksi Eropa.
Belakangan ini Lokananta juga menjalin hubungan kerja sama dengan salah satu universitas di Semarang. Kerja sama ini bertujuan untuk menciptakan sebuah gamelan touchscreen, yang memungkinkan seseorang membunyikan gamelan tanpa menghadirkan peralatan musik gamelan secara fisik. Hal yang ingin dipertahankan dan dilestarikan melalui innovasi ini adalah suara (audio) dari gamelan itu sendiri. Penemuan ini bertumpu pada pemikiran bahwa sejarah tidaklah semata-mata bertumpu pada artefak-artefak fisik yang tampak secara visual. Artefak-artefak berupa audio juga merupakan peninggalan sejarah yang penting, khususnya jika dikaitkan dengan konteks perkembangan media dan komunikasi di masa lalu. Oleh karenanya, artefak audio juga perlu dilestarikan dan dibina oleh para anggota budaya bangsa. Di India, misalnya, gamelan sudah dijiplak dan diakui sebagai budaya setempat. Sekalipun alat musik yang ada di India tersebut berbeda wujud fisiknya dari gamelan yang ada di Indonesia, suaranya ternyata sama.
Target kunjungan kedua pada hari itu adalah Monumen Pers Nasional. Monumern Pers Nasional merupakan salah satu jejak peninggalan sejarah pers Indonesia. Monumen Pers Nasional
Gedung yang kini dikenal sebagai Monumen Pers Nasional itu pada awalnya bernama Sociteit Sasana Suka, yang didirikan oleh Sri Mangkunegoro VII pada tahun 1918. Gedung ini telah melahirkan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia pada tanggal 9 Februari 1946. Bersama dengan pergerakan perjuangan bangsa Indonesia di masa itu, PWI merupakan pilar dari perjuangan pers nasional, yang turut berperan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam gerbang kemerdekaan.
Monumen Pers Nasional mengabadikan berbagai peninggalan sejarah pers dalam berbagai rupa koleksi. Mulai dari benda-benda pers yang unik dan bersejarah – seperti Pemancar Radio Kambing (disebut demikian karena pada masa penjajahan dulu sempat disembunyikan di dalam kandang kambing agar tidak tertawan oleh pasukan colonial), Mesin Ketik Bakie Soerieatmaja, dan Baju Pers Hendro Soebroto (seoarng wartawan perang yang pernah mengalami perang sengit pada masa pengintegrasian Timor-Timur), hingga beragam koran, majalah, dan literatur kuno yang sudah ada sejak jaman penjajahan. Menarik, di tempat di mana berbagai wujud literatur peninggalan sejarah terdokumentasikan secara rapih dan terstruktur ini, kita bisa mengakses dan menemukan kesinambungan di antara bahan-bahan bacaan dan informasi yang pernah ‘menerpa’ para generasi terdahulu sehingga dapat memahami konteks kehidupan pada masa itu secara lebih luas.
Dalam rangka melestarikan dan membina sejarah pers nasional di Indonesia, monument pers juga dilengkapi oleh berbagai fasilitas edukatif yang terbuka untuk umum. Baik fasilitas maupun koleksi yang tersedia merupakan pelayanan berbasis sejarah untuk mewujudkan Monumen Nasional Pers sebagai Pusat Rujukan Pers Nasional berbasis Teknologi Informasi. E-Paper, Media Center, Papan paca, dan perpustakaan merupakan beberapa contoh dari sekian banyak fasilitas yang disediakan oleh Monumen Pers Nasional.
Tidak ada titik akhir dalam membahas mengenai sejarah, sekalipun tersedia metode periodesasi yang bisa menjembatani sejauh mana konteks masa lalu dianggap sejarah. Namun, sejauh apapun kita membahas masa lalu, yang terpenting dari proses penggalian sejarah adalah kesadaran akan keberadaan kita sebagai bagian dari proses sejarah itu sendiri. Oleh karenanya, sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, hendaknya kita mengenali sejarah peradaban media yang ada di Tanah Air karena saat ini kita merupakan aktor-aktor yang bertanggung-jawab atas maju-mundurnya peradaban media  di Indonesia pada suatu saat kelak.
Banyak manfaat yang diperoleh melalui kunjungan ke dua lokasi bersejarah ini. Baik Lokananta maupun Monumen Pers Nasional telah sangat memperluas wawasan tentang sejarah komunikasi dan media di Indonesia. Tidak hanya itu, kunjungan ini juga memberi pedoman dalam menemukan dan menyusun partikel-partikel sejarah peradaban media nasional, sehingga mulai tampak jelas bagaimana arus informasi dan media komunikasi berkembang di Indonesia hingga mencapai euforianya di masa kini.

Jumat, 23 November 2012

SUKU MAYA: 2012 AKHIR PERADABAN?



Judul:             “2012 - The Final Prophecy”
Genre:             Film Dokumentasi
Produksi:         National Geographic Channel
Pemain:           Dr. Adam Maloof

Suku Maya, 2012, dan akhir peradaban menjadi tiga istilah yang saling direlevankan setelah beredarnya isu mengenai akan datangnya akhir peradaban manusia di tahun 2012.  Adalah Suku Maya yang melakukan prediksi akan kedatangan akhir jaman ini. Berdasarkan perhitungan rumit yang dilakukan oleh Suku Maya sekitar 800 tahun yang lalu, 21 Desember 2012 akan menjadi hari dimana kekuatan yang sangat dahsyat membawa kehancuran pada dunia dan menentukan akhir bagi kehidupan di muka bumi.
Jauh sebelum masanya, Suku Maya telah memprediksi akan datangnya agama Kristen, meramalkan munculnya Hitler, dan menceritakan tentang tsunami 2006 yang menghancurkan Asia Tenggara. Semua prediksi tersebut kini telah menjadi kebenaran mutlak yang telah terbukti nyata dalam sejarah manusia. Maka bagaimana jika ramalan Suku Maya mengenai kehancuran dunia ini juga benar, yang berarti bahwa akhir peradaban sudah semakin dekat? Dapatkah ramalan ini dipertanggunjawabkan kebenarannya? Lantas apa yang menjadi dasar bagi Suku Maya untuk meramalkan hari akhir tersebut?
Berbagai isu yang ada telah mengundang ketertarikan para ilmuwan untuk melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap Suku Maya beserta ramalannya melalui metode-metode penelitian ilmiah. Di antaranya adalah Dr. Adam Maloof, seorang ilmuwan geologi asal Inggris.
Film 2012: The Last Prophecy merupakan dokumentasi dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Adam Maloof – ahli geologi dari Princeton University – terhadap unsur-unsur sejarah peradaban Suku Maya. Melalui sudut pandang ilmu pengetahuan modern, Dr. Maloof melakukan penelusuran terhadap Suku Maya dan ramalan-ramalan kuno yang pernah dilakukan oleh suku ini. Maloof melakukan perjalanan ke kuil Suku Maya di Yucatan, Meksiko, pergi melalui kubah arkeologi di Dresden, Jerman, dan melakukan ekspedisi ke Outback Australia untuk mencari jawaban atas kebenaran dari ramalan Suku Maya.
Penelitan yang dilakukan membawa Maloof pada beberapa bukti yang menunjukkan adanya keterkaitan antara fenomena-fenomena alam yang pernah terjadi dengan prediksi-prediksi dalam kalender Suku Maya. Dengan kata lain, sejumlah fenomena alam besar yang pernah terjadi dalam sejarah telah diperhitungkan oleh Suku Maya sejak ratusan tahun yang lalu. Hebatnya, ketepatan ramalan mereka hanya didasarkan pada perhitungan terhadap siklus pergeseran bulan, yang dilakukan melalui pengamatan indrawi sederhana. Sistem tanggal Suku Maya yang didasarkan pada perhitungan terhadap sirkulasi bulan tersebut ternyata mengandung konsep penalaran yang tajam dan cukup kompleks.
Film ini juga bercerita bagaimana Suku Maya mempercayai bahwa penciptaan dan penghancuran terjadi dalam sebuah siklus. Di dalam kalender Suku Maya terbentang lima siklus, yang masing-masing berlangsung selama sekitar 5.200 tahun. Suku Maya percaya bahwa setiap siklus akan diakhiri dengan sebuah penghancuran yang menghancurkan seluruh ciptaan yang cacat, agar kemudian dapat dilahirkan kembali sebuah dunia baru dengan tatanan kehidupan yang lebih baik dan lebih sempurna.
Dengan adanya keakuratan dan ketepatan ramalan-ramalan Suku Maya mengenai sejumlah peristiwa yang kini terbukti telah benar-benar terjadi dalam sejarah, sejumlah orang menjadi benar-benar percaya bahwa 21 Desember 2012 akan menjadi akhir dari siklus yang sedang berlangsung saat ini; akhir dari peradaban manusia. Meskipun demikian, masih ada orang-orang dari kaum rasionalis yang mempertanyakan pertanggung-jawaban ilmiah untuk prediksi-prediksi tersebut.
Film dokumentasi ini berusaha memberi jawaban yang logis dan rasional atas ramalan-ramalan Suku Maya. Dengan dilengkapi animasi CGI dan wawancara dengan para ilmuwan bidang ahli geologi, antropologi, dan astronomi, film ini memberikan penjelasan ilmiah yang memuaskan mengenai apa yang mungkin atau tidak mungkin terjadi pada akhir tahun 2012 nanti. Disamping itu, adanya penjelasan mengenai proses-proses tahapan penelitian yang dilakukan secara terstruktur, dan disertai dengan pengkajian yang mendetail dan menyeluruh terhadap bukti-bukti penelitian, memberi film ini mengandung nilai kebermanfaatan yang tinggi untuk dijadikan media pembelajaran dalam dunia pendidikan. Dokumentasi dari penelitian Dr. Adam Maloof ini diuraikan melalui penjelasan yang ringan dan dengan paparan alur yang mudah dipahami, tanpa sedikitpun mengurangi essensi keilmiahan dari materi yang dibawakan.
Dengan segala kelebihannya, film ini sayangnya tidak dilengkapi dengan uraian sudut pandang-sudut pandang lain mengenai topik yang dibahas. Dokumentasi ini memaparkan kajian penelitian mengenai Suku Maya yang dilakukan oleh Maloof, sehingga dapat dirasakan bahwa fakta yang diangkat sebagai bukti-bukti ilmiah di dalam film ini merupakan fakta yang kurang-lebih mendukung dan menguatkan pemikiran-pemikiran Maloof.
Hal lain yang menjadi kekurangan film dokumentasi ini adalah kurangnya penjabaran yang lebih dalam mengenai penelaahan terhadap konsep-konsep keyakinan yang dianut Suku Maya. Memang terdapat bagian dalam film ini yang menyorot sisi religi peradaban Suku Maya, namun bagian ini tampak hanya disajikan sebagai informasi tambahan saja. Padahal, penjelasan mengenai system keyakinan dan kepercayaan Suku Maya dapat melengkapi dan membentuk image yang lebih lengkap  mengenai Suku Maya dalam benak penonton. Meskipun demikian, penyederhanaan terhadap aspek keyakinan Suku Maya tersebut masih dapat ditoleransi, mengingat bahwa dokumentasi ini berusaha menyajikan sebuah jawaban secara ilmiah.
Menimbang segala kelebihan dan kekurangannya, film dokumentasi produksi National Geographic Channel ini tetap sangat menjadi rekomendasi, khususnya bagi setiap kalangan yang memiliki ketertarikan terhadap isu-isu seputar Suku Maya, tahun 2012, dan kaitannya dengan hari akhir peradaban manusia. Penonton tidak hanya akan sekedar terhibur; banyak manfaat yang dapat dipetik dari film 2012 - The Final Prophecy. #bridgingcourse11


Sabtu, 20 Oktober 2012

BELAJAR DENGAN TWITTER



Twitter, sebuah layanan sosial media yang sejak Maret 2006 mengguncang masyarakat. Popularitas layanan sosial media ini kian memuncak dengan penggunanya yang telah mencapai ribuan bahkan ratusan ribu. Berbeda dengan facebook yang dilengkapi oleh berbagai macam fitur, Evan Williams menciptakan Twitter dengan sangat sederhana. Evan memang sengaja tidak melengkapi lamannya dengan fitur photo sharing, chatting, pesan teks, video, dan sebagainya.
            Dibalik kesederhanaannya, Twitter mempersilahkan para ekshibisionis, para pengobral kata-kata, kaum ekspresionis untuk memanfaatkan layanannya. Bahkan para selebritas, pebisnis, politisi, dan siapa saja dapat dengan mudah meng-update kegiatan terbaru mereka. Keuntungannya, pengguna selalu terkoneksi dengan pengguna lain setiap saat, tidak hanya bagi pengguna computer, tetapi juga pengguna ponsel (telepon seluler).[1]
Meskipun kehadiran Twitter membawa kemudahan, sambutan masyarakat terhadap layanan sosial media ini ternyata berbeda-beda. Tidak semua orang melihat Twitter sebagai hal baru yang positif dalam kehidupan sosial masyarakat. Sebagian masyarakat bahkan merasa bahwa jejaring sosial cenderung berdampak negatif.
Salah satu hal yang dikhawatirkan adalah dampak negatif Twitter terhadap dunia remaja, khususnya pelajar dan mahasiswa. Anak muda terlihat semakin tinggi ketergantunganya terhadap media dan jejaring sosial. Ketergantungan ini kemudian dikaitkan dengan degradasi nilai-nilai etika, sopan-santun, dan moral yang terjadi di kalangan anak muda, serta meningkatnya individualitas dan ketidakpekaan anak muda terhadap lingkungan sosial.
“Face to face communication among children and teenagers is being squashed out by social networks. A phone call isn’t used to get in touch with someone anymore, Facebook and Twitter are the main tools of communication. The consequences of this are social awkwardness and even social anxiety when confronted with new people to meet in person.”[2]
Komunikasi melalui tatap muka menjadi berkurang dengan adanya jejaring sosial. Darisinilah terbentuk pemikiran bahwa jejaring sosial dapat mengancam moralitas dan kepekaan sosial anak muda.
            Meskipun demikian, perlu diingat bahwa fenomena meningkatnya ketidakpekaan anak muda terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan tidak dapat dikaitkan hanya oleh perkembangan sosial media saja. Banyak faktor lain yang lebih berpengaruh dan berkaitan langsung dengan fenomena ini.  Sebaliknya, interaksi yang terjadi antara anak muda dengan dunia sosial media pun tidak selalu negatif.
Apabila melihat hubungan antara keduanya melalui sudut pandang yang berbeda, dapat dikatakan bahwa posisi sosial media sebenarnya justru berdekatan dengan dunia pendidikan. Pendidikan merupakan wadah untuk memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan. Pada titik inilah media besinggungan dengan dunia pendidikan, yaitu sebagai media/saluran yang mendukung dan menjamin kelancaran arus informasi dan ilmu pengetahuan.
Berkaitan dengan hal di atas, ada banyak keuntungan yang sebenarnya dapat diperoleh dari akun Twitter. Dengan fasilitas yang ada, para pengguna dapat menyebarkan pengumuman, mengakses berita-berita terkini, mencari link atau channel, melakukan pengembangan bisnis, melakukan kampanye politik, dan bahkan mengakses berita dan informasi trans nasional. Tidak kalah fungsinya bagi pendidikan, melalui akun Twitter pelajar atau mahasiswa dapat berbagi informasi, ilmu pengetahuan, melakukan pembagian tugas, mengumumkan suatu penugasan, berbagi url. website yang bermanfaat, dan lain-lain.
Contoh nyata dari pemanfaatan Twitter bagi dunia pendidikan adalah guru-guru sekolah dasar di Perancis yang memanfaatkan Twitter dalam proses belajar-mengajar. Mereka memanfaatkan Twitter untuk mengembangkan dan mengasah kemampuan anak dalam membaca, menulis dan berbicara.
“Every morning, one or two pupils are in charge of posting the first tweet of the day. However, before posting it, he or she needs to write the sentence in his or her exercise book, get it corrected, type it on a shared digital document and copy and paste it in the software managing Twitter. The short message then appears on the smartboard on the classroom wall, along with messages from followers of the class. When a new tweet addressed to them appears, the whole class can get over-excited.” [3]
            Dalam pelaksanaannya, murid-murid juga diberi pemahaman agar berhati-hati ketika menggunakan Twitter. Setiap kelas bahkan menciptakan kode etik sendiri untuk kegiatan ini. Murid harus bersikap baik dan sopan ketika ‘bergulir’ di dunia maya dan tidak diperkenankan untuk membagi alamat rumah, password, atau informasi lain yang berkaitan dengan kehidupan pribadi.
Contoh di atas merupakan bukti bahwa jejaring sosial Twitter sebenarnya juga bermanfaat di dalam dunia pendidikan. Twitter dan juga jejaring sosial lainnya sebenarnya dapat disejajarkan manfaatnya dengan perkembangan dunia pendidikan. Misalnya, jejaring sosial dapat membantu mendekatkan peserta didik pada wawasan ilmu pengetahuan yang luas dan mendunia.
Disamping itu masih banyak fungsi dan manfaat lain yang dapat diperoleh namun belum digali secara maksimal. Untuk menghindari dampak negatifnya, yang perlu dilakukan adalah  memaksimalkan fungsi jejaring sosial untuk memperoleh manfaat bagi kebutuhan pendidikan. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan mengenai jejaring sosial itu sendiri kepada peserta didik, agar penggunaan jejaring sosial dapat diarahkan sesuai dengan fungsinya. #bridgingcourse09



[1] Tony Hendroyono, Powering Your Micro Blogs, PT Mizan Publika, Jakarta Selatan, 2010, Hlm. 4.
[2] Andrea Earnest, “Negative Effects of Social Networks”, https://sites.google.com/site/socialnetworkpaper/the-negative-effects-of-social-networks, 2011.



Daftar Pustaka

·    Bungin, Burhan. Prof.,Dr.. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana.

·  Dunn, Jeff. 2012. 100 Ways to use Twitter in Education, by Degree of Difficulty. http://edudemic.com/2012/04/100-ways-to-use-twitter-in-education-by-degree-of-difficulty/. 12 Oktober 2012.

· Earnest, Andrea. 2011. The Negative Effects of Social Networks. https://sites.google.com/site/socialnetworkpaper/the-negative-effects-of-social-networks. 14 Oktober 2012.

·                    ·     Hendroyono, Tony, 2010, Powering Your Micro Blogs, Jakarta : Hikmah.

·      Le Monde. 2011. French Teachers Use Twitter to Teach Elementary School Students to Write. http://worldcrunch.com/french-teachers-use-twitter-teach-elementary-school-students-write/culture-society/french-teachers-use-twitter-to-teach-elementary-school-students-to-write/c3s3713/#.UHf7jW9th2E. 12 Oktober 2012.

·     Karya Ilmiah Remaja Seminari Garum. 2012. Dampak Modernitas bagi Moral dan Sosial Indonesia. http://kir-segar.blogspot.com/2012/01/dampak-modernitas-bagi-moral-dan-sosial.html. 14 Oktober 2012.

·         
      ·     Listiyono, Eko. 2012. Pengaruh Jejaring Sosial bagi Dunia Remaja.  http://bencerdas.web.id/2012/03/16/pengaruh-jejaring-sosial-bagi-dunia-remaja/. 12 Oktober 2012
·         
     ·    Miller, Samantha. 2012. 50 Ways to Use Twitter in the Classroom. http://www.teachhub.com/50- ways-use-twitter-classroom. 13 Oktober 2012.

·  Parrack, Dave. 2012. The Negative Impact of Social Networking Sites on Society. http://www.makeuseof.com/tag/negative-impact-social-networking-sites-society-opinion/. 12 Oktober 2012.

· Teodora, Lince. 2012. Pengaruh Jejaring Sosial terhadap Remaja. http://www.analisadaily.com/news/read/2012/09/01/71571/pengaruh_jejaring_sosial_terhadap_remaja/#.UHpOkm9th2E. 14 Oktober 2012.

· Wyman, Pat2011. Teachers Use Twitter To Build A Learning Network. http://www.howtolearn.com/2011/11/teachers-use-twitter-to-build-a-learning-network. 12 Oktober 2012.





Jumat, 12 Oktober 2012

LALU LINTAS BERBICARA



Sebuah pengamatan dilakukan di pesimpangan Ring Road Utara pada tanggal 11 Oktober 2012. Fokus pengamatan adalah fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar persimpangan pada pagi hari. Pengamatan dilakukan pukul 06:25 WIB, dengan durasi pengamatan kurang lebih tiga puluh menit.
Secara umum, pemandangan yang ada hanyalah keadaan lalu lintas yang padat, namun apabila diperhatikan baik-baik, fenomena yang ada di sekitar persimpangan jalan lingkar utara ini cukup menarik. Tahukah bahwa lalu lintas itu berbicara?
Ada beberapa hal yang diamati pada pengamatan ini.
Pertama, wajah para pengemudi yang rata-rata hampir sama ekspresinya, yaitu panik karena tergesa-gesa, marah, mengantuk, atau bahkan tanpa ekspresi sama sekali ketika melamun menunggu lampu apil berganti hijau. Hal yang menarik untuk diamati adalah ketika para pengemudi tersebut saling ‘memperebutkan’ tempat terdepan di pemberhentian lampu merah. Beberapa pengemudi motor mendahului kendaraan lain yang sudah berhenti. Mereka melalui sisi kiri jalan dan berhenti di barisan terdepan, tanpa menghiraukan bahwa posisinya menutupi bagian kiri ruas jalan yang diperuntukkan bagi para pengendara yang akan berbelok kiri. Pada situasi semacam ini, papan pengatur lalu lintas berwarna biru bertuliskan “BELOK KIRI JALAN TERUS” dapat dikatakan tidak laku karena tidak memperoleh perhatian dan tanggapan riil dari para pengemudi. Fungsinya sebagai pengatur lalu lintas menjadi tidak effektif. Akibatnya, beberapa saat kemudian klakson motor dan mobil saling bersautan.
Terlihat bahwa mayoritas dari para pengemudi berada dalam situasi yang tergesa-gesa. Entah terburu-buru karena telat berangkat ke sekolah, tergesa-gesa menuju tempat kerja, atau mungkin menuju bandara untuk mengejar jadwal penerbangan pagi. Namun lucunya, sebagai sesama pengguna jalan yang sedang berada dalam situasi yang juga sama, mereka kurang peka terhadap kepentingan pengendara lainnnya. Etika berlalu-lintas yang ada tampaknya kurang menjelma dalam kesadaran pengemudi sehingga pada praktik nyatanya masih sering terjadi  pelanggaran hak dalam berlalu lintas. Dua polisi tampak berdiri mengawasi lalu lintas dari divider jalan. Lalu lintas sangat padat dan banyak pengemudi yang berkendara tanpa etika, namun tampaknya keadaan ini masih tergolong ‘baik-baik saja’ sehingga tidak ada campur tangan dari kedua polisi tersebut.
Kedua, seorang wanita pengemis yang terlihat duduk di tengah divider jalan. Pengemis tersebut adalah seorang ibu-ibu tua berbadan gemuk.  Ia mengenakan sebuah kebaya khas jawa jaman dulu yang berwarna oranye-salm sebagai atasan dengan jarik batik berwarna cokelat-bata sebagai rok. Sekilas mengingatkan pada pakaian Ibu Kartini dalam foto dan lukisan yang pada sering dipajang dalam ruang kelas sekolah-sekolah dasar dan menengah. Ibu ini sudah sering terlihat di persimpangan Ring Road Utara, terutama pada malam hari. Suatu hal yang khas dari pengemis ini adalah senyumnya, Ia tidak sekedar mengucapkan ‘matur nuwun’ tetapi juga memberi senyuman tulus pada setiap orang yang memberinya uang.
Ketiga, para loper koran yang berjualan di pinggir jalan. Sama halnya dengan ibu-ibu pengemis tadi, para loper koran terlihat banyak berdiri dan berjalan di pinggir jalan. Keadaan jalan yang sangat padat oleh kendaraan bermotor menyebabkan mereka tidak bisa turun ke jalan karena tidak ada celah yang cukup luas untuk berjalan di antara kendaraan. Tampaknya karena hal itulah para loper koran menawarkan dan mempromosikan dagangannya hanya dari divider dan trotoir saja. Meskipun sesekali mereka menghampiri pengemudi yang memanggilnya untuk membeli surat kabar.
            Pengamatan diakhiri pada pukul 06:55 WIB. Pada saat pengamatan diakhiri, keadaan jalan masih padat, bahkan lebih padat dari sebelumnya. Ibu-ibu pengemis tampak sedang turun di jalan dan meminta-minta uang kepada para pengemudi. Sedangkan seorang loper koran berdiri di trotoir sembari menunggu lampu apill berganti merah.
Banyak fenomena di jalan yang ‘mengkomunikasikan’ pesan mengenai keadaan masyarakat. Mungkin bahkan berteriak meminta perhatian. Ketika duduk di dalam mobil ber-AC dengan jendela tertutup rapat  atau mengemudikan motor dengan helm menutupi telinga, hal-hal kecil yang ada di sekitar mungkin tidak akan disadari dan terlewatkan bergitu saja.
Namun sebenarnya, lalu lintas sungguh sedang berbicara tentang realita kehidupan yang sedang berlangsung. Tidak hanya kehidupan di jalan atau di satu perempatan saja, tetapi juga tentang kehidupan manusia secara umum. Jalan merupakan tempat dimana masyarakat yang tidak saling kenal saling bertemu dan secara tidak langsung menjadi harus ‘berinteraksi’ sebagai sesama pengguna jalan. Dengan demikian interaksi yang terjadi disini merupakan interaksi yang spontan. Para pengguna jalan tidak pernah merencanakan untuk memakai jalan A dan nantinya bertemu orang X di jalan itu. Karenanya, lalu lintas dalam hal ini dikatakan sebagai cerminan dari cara masyarakat berinteraksi secara natural dalam kehidupan sosialnya.
Pengendara yang kurang peka terhadap kepentingan sesama pengguna jalan, jalan raya yang penuh dengan kendaraan sehingga pengemis dan loper koran terhambat untuk mencari nafkah, dan petugas keamanan yang diam saja ketika etika tidak dipatuhi. Itu semua dikomunikasikan oleh keadaan lalu lintas, dan itu semua adalah cerminan sederhana dari apa yang sedang terjadi saat ini. Masyarakat yang memakan hak sesamanya, kompetisi ekonomi yang semakin berat dan menjadikan rakyat kecil semakin terdesak, dan hukum yang tampaknya masih lemah di dalam kesadaran masyarakat.
Itulah keadaan yang masih terjadi dalam masyarakat. Orientasi terhadap perubahan harus didukung oleh kemauan untuk bertindak menuju pada arah perbaikan. Perbaikan tidak hanya harus dilakukan pada hal-hal secara makro saja, namun justru harus dimulai dari hal-hal terkecil yang ada di sekitar masyarakat. Salah satunya, tata-cara dan sopan-santun berlalu lintas, sebagai bentuk sikap peduli dan respect terhadap kepentingan bersama dalam tatanan kehidupan. #bridgingcourse08

             

Sabtu, 06 Oktober 2012

BALIHO, POLUSI PANDANGAN


Baliho Bodong, Polusi Pandangan
Pencemaran kini  sedang menjadi trending topic masyarakat. Pencemaran udara, air, tanah, dan suara menjadi sorotan publik ketika dampak riilnya terhadap kehidupan mulai terlihat  dan dirasakan oleh masyarakat. Ternyata, dampak buruk dari pencemaran dapat berakibat fatal bagi kehidupan. Banyak orang yang tersadarkan akan buruknya kondisi lingkungan saat ini. Banyak ormas dan kelompok-kelompok peduli lingkungan yang tergerak untuk menanggulangi permasalahan lingkungan yang sedang terjadi. Kesadaran akan kebutuhan untuk menjaga kualitas dan kestabilan lingkungan pada taraf yang tidak membahayakan tampak mulai mengubah paradigma masyarakat. Sekian anggota masyarakat yang tadinya pasif kini turut berperan aktif dalam kegiatan menjaga lingkungan agar tetap sehat dan nyaman.
Setiap bentuk pencemaran memiliki standar kualitas masing-masing yang menentukan ada atau tidaknya pencemaran. Udara dikatakan tercemar ketika udara mengandung substansi fisik, kimia, atau biologis  yang dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup. Air dikatakan tercemar apabila terganggu oleh  kontaminan antropogenik, tidak bisa mendukung kehidupan manusia, dan mengalami pergeseran kemampuan mendukung komunitas penyusun biotik. Tanah dikategorikan tercemar apabila bahan-bahan kimia dan zat berbahaya lainnya masuk ke dalam tanah dan mengubah lingkungan alami tanah. Sedangkan polusi suara terjadi apabila sebuah suara menyebabkan ketiaktenteraman pada kehidupan makhluk hidup di sekitarnya.
Dalam uraian di atas telah dijelaskan secara singkat mengenai berbagai bentuk polusi. Namun, apa itu sebenarnya yang dimaksud dengan polusi? Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat dipahami bahwa polusi merupakan sebuah keadaan dimana bahan, zat, dan/atau benda asing masuk ke dalam suatu tatanan alam dan bersifat mengubah atau bahkan merusak tatanan alam tersebut, sehingga mengganggu kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Sebelumnya telah disebutkan empat kategori pencemaran lingkungan. Namun, essay ini tidak akan membahas satu dari empat kategori tersebut, melainkan akan mengangkat sebuah topik mengenai satu bentuk pencemaran lain yang secara formal belum ‘disahkan’ sebagai pencemar tetapi pada kenyataannya cukup mengganggu kehidupan masyarakat.
Baliho, siapa yang tidak mengenal papan raksasa ini? Keberadaannya begitu banyak tersebar di kota. Ada yang terpasang di sepanjang jalan, juga di berbagai persimpangan strategis. Papan raksasa ini semakin terkenal ketika malam hari. Dengan berisikan lampu neon, baliho mengisi jalanan dengan sinar dari berbagai warna. Banyak yang mengatakan bahwa disitulah letak keindahan kota di malam hari. Namun, ketika papan berwarna-warni tersebut satu demi satu ‘berbicara’ dan saling bersaingan menyampaikan pesan kepada masyarakat, masih indahkah keberadaannya?
Topik mengenai baliho inilah yang akan dibahas dalam essay ini. Mengapa papan ini dikatakan sebagai pencemar? Secara langsung baliho sebenarnya tidak berpengaruh terhadap lingkungan hidup, akan tetapi keberadaannya yang sangat banyak dirasa mulai mengganggu dan mengotori pemandangan kota. Disamping itu, bentuk-bentuk polusi lain memiliki kadarnya masing-masing untuk menentukan ambang pencemarannya. Pada halnya pandangan, apakah terdapat kadar yang demikian juga? Padahal perhatikanlah, mulai dari keluar rumah, berkendaraan di jalan, hingga akhirnya memasuki belokan terakhir sebelum mencapai tujuan, berapa baliho dan papan iklan yang telah dilewati selama perjalanan?
Perjalanan menuju suatu lokasi di kota besar sudah terasa sangat melelahkan. Lalu lintas yang  padat dan tingkat kemacetan yang tinggi membuat senap dijalan. ditambah Pemandangan alam yang dapat dinikmati sebagai penyegar fikiran pun sangat terbatas. Akan terasa semakin menyebalkan ketika pemandangan yang sudah sesak itu masih diisi lagi dengan papan-papan baliho yang begitu banyak di sepanjang jalan. Langit yang telah dipenuhi oleh kabel listrik kini semakin tertutupi oleh papan baliho yang menjulang dan sangat luas. Tidak ada pemandangan di kota yang melegakan dalam jarak 10 meter. Papan baliho saling bersaingan untuk ‘memperlihatkan diri’ kepada para pengemudi di jalanan. Akibatnya, kebebasan untuk melihat alam semakin berkurang. Baliho dan papan reklame seakan memaksa siapapun yang melintasinya untuk melihat, membaca, atau setidaknya. 
Saat ini papan-papan raksasa tersebut semakin banyak jumlahnya namun semakin tidak tersusun polanya. Padahal, baliho yang tersebar di ruang publik seharusnya memperhatikan kebutuhan masyarakat akan estetika kota. Hal ini menjadi masalah tata kota yang harus ditangani baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Tentunya, solusi yang harus dibuat memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat, bukan sekedar mendahulukan kepentingan dagang pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya, seharusnya ada kebijakan yang membela hak masyarakat akan pandangan kota yang sehat. Setiap sudut kota tidak mesti dikomersialkan, meskipun letaknya strategis untuk berbisinis.
Perlu diingat bahwa keberadaan papan reklame tidak selalu menguntungkan bagi masyarakat, melainkan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Bahkan rakyat justru semakin menjadi objek konsumerisme dengan adanya advertensi yang seolah-olah memaksa untuk dilihat di sepanjang jalan kota. Rakyat berhak akan kota yang nyaman dan asri. Seharusnya letak baliho dan papan reklame ditentukan dan dipusatkan di tempat-tempat strategis yang tertentu saja, sehingga keindahan kota lainnya masih dapat dinikmati. Sehingga akyat tidak merasa selalu menjadi objek konsumerisme. #bridgingcourse07
Referensi:

Sabtu, 22 September 2012

KONTAK MATA SEBAGAI KOMUNIKASI NON-VERBAL


“Mata tidak pernah berbohong.” Ungkapan ini cukup terkenal di masyarakat. Sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa kejujuran dan ketulusan seseorang dapat dilihat dari sinar matanya. Bahkan ada juga orang-orang yang beranggapan bahwa memang sejatinya hanya matalah yang dapat berkomunikasi  secara apa adanya. Mungkin benar demikian adanya, tatapan mata seseorang dapat berpengaruh pada kepercayaan dan keterbukaan sang lawan bicara. Pada kenyataannya, telah terbukti dari beberapa riset terdahulu bahwa dalam sebuah percakapan 50-60% dari keseluruhan perilaku non-verbal yang ditunjukkan adalah kontak mata, sehingga pesan-pesan tertentu dalam sebuah percakapan dapat tersampaikan melalui sebuah tatapan mata.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa kontak mata adalah sebuah cara untuk melakukan komunikasi. Ada banyak cara dan media yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berdasarkan teori yang ada, dikenal ada dua jenis cara berkomunikasi, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Komunikasi verbal adalah jenis komunikasi yang menggunakan simbol-simbol verbal, baik secara lisan maupun tertulis.  Sedangkan komunikasi non-verbal merupakan bentuk komunikasi yang tidak disampaikan melalui kata-kata.
Kontak mata, juga dikenal dengan sebutan okulesik, adalah salah satu bentuk dari jenis komunikasi non-verbal. Melalui kontak mata, seseorang (pengirim pesan) dapat menyampaikan informasi atau pesan kepada orang lain (penerima pesan). Kontak mata tergolong dalam komunikasi non-verbal karena transmisi pesan yang terjadi melalui kontak mata tidak menggunakan simbol-simbol verbal.  Namun kemudian bagaimana suatu tatapan mata dapat diterjemahkan menjadi sebuah pesan dengan makna tertentu? Dan apakah makna yang ditangkap oleh seseorang  selalu sama dengan pesan yang dikirim oleh sang pengirim pesan?
Tatapan mata seseorang dapat menceritakan bagaimana kondisi pikiran dan perasaan yang sedang dimilikinya. Layaknya pemancar sinyal, tatapan mata seakan mengirimkan sinyal-sinyal yang kemudian ditangkap oleh sang lawan bicara sebagai sebuah data. Lalu dengan sendirinya data tersebut  diterjemahkan oleh sang lawan bicara menjadi sebuah informasi mengenai keadaan sang komunikator. Sinyal yang terkirim tidak selalu hanya dapat ditangkap oleh seorang lawan bicara saja, melainkan juga dapat tertangkap oleh orang-orang sekitar yang kebetulan pada saat itu ada di sekitar dan menangkap tatapan orang tersebut.
Ketika  seseorang menangkap sebuah tatapan mata, tidak selalu arti yang ditangkap oleh orang tersebut sama dengan informasi yang sebenarnya hendak disampaikan oleh orang yang mengawali kontak mata. Hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya perbedaan dalam ‘database’ dan proses penerjemahan yang dimiliki oleh setiap individu. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor subyektif, seperti kepribadian, cara berfikir, kondisi emosi yang sedang dialami, sudut pandang pemikiran, atau bahkan strata sosial dalam masyarakat. Kesalah-pahaman dapat terjadi ketika tatapan dari salah satu pihak yang  saling berkontak mata merefleksikan ungkapan-ungkapan yang kurang jelas atau multi-tafsir.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita kenali beberapa perilaku dan cara-cara orang berkontak mata. Di antara perilaku kontak mata tersebut terdapat ungkapan-ungkapan mata yang dapat terbaca dengan jelas. Misalnya, mata melotot. Mudah dipahami bahwa seseorang yang sedang melotot dengan tatapan terpana pada suatu benda atau orang lain sedang mengalami keterkejutan atau kemarahan.  Contoh lain adalah sikap memutarkan pupil mata, sebagai pertanda bahwa orang tersebut sedang menganggap suatu hal remeh dan tidak terlalu penting. Kemudian tatapan ke bawah, sebuah isyarat bahwa seseorang sedang malu, merasa tidak nyaman, atau takut.  Seseorang yang membuang pandangan/tatapannya dari orang lain menjadi tanda bahwa orang tersebut sedang tidak ingin berurusan dengannya. Lalu sikap seseorang yang melirik secara tajam melalui sudut mata menunjukkan adanya sikap curiga dan tidak percaya.
Disamping tatapan mata yang mudah terbaca, ada juga sikap-sikap yang sedikit sulit untuk diungkapkan. Terkadang  satu tatapan mata bahkan dapat memiliki penafsiran yang berbeda dan saling berlawanan maknanya. Contohnya, tatapan yang kosong, tatapan datar, sikap memalingkan pandangan, mata yang berkedi-kedip, atau sekedar tidak fokus melihat pada satu objek. Orang yang tatapannya datar dapat diartikan sebagai orang yang sedang bosan dan tidak acuh terhadap keadaan. Akan tetapi tatapan yang datar ini dapat juga disangka sebagai ekspresi dari perasaan yang sedih,  sedang mudah tersinggung, atau bahkan sedang melawan.
Setiap ungkapan yang terpancar dari mata seseorang juga diperjelas oleh kerutan-kerutan mata dan tarikan otot-otot wajah. Ekspresi wajah memudahkan kita dalam membaca hal yang secara nonverbal sedang berusaha diungkapkan oleh seseorang.
Pemahaman setiap orang mengenai satu tatapan mata dapat berbeda dengan org lain. Sayangnya, pesan-pesan yang tersirat melalui kontak mata kadang teraabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal memperhatikan kontak ini penting, agar kita bisa memiliki patokan dan batasan dalam bersosialisaasi dengan masyarakat. Jika tidak, hal ini dapat menyebabkan kesalah-pahaman dan miss komunikasi.
Komunikasi melalui kontak mata memang lebih sulit untuk dipahami dan dikuasai, namun kontak mata bukanlah sumber kesalah-pahaman. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tatapan seseorang dalam sebuah kontak mata dapat menyebabkan adanya penafsiran ganda terhadap pesan yang ditransmisikan, Dengan demikian, agar dapat memahami apa yang sebenarnya sedang disampaikan, pihak-pihak yang berkaitan harus menafsirkan sinyal-sinyal yang ditangkap secara tidak tergesa-gesa, agar tidak menimbulkan kesalah-pahaman. Selain itu juga diperlukan penilaian yang objektif dalam memaknai suatu tatapan mata. Hal ini untuk menghindari dan meminimalisir kesalah-pahaman yang disebabkan oleh subyektifitas diri dan sudut pandang yang hanya sepihak. #bridgingcourse05

Referensi:
-          id.wikipedia.org/wiki/Kontak_mata

Senin, 17 September 2012

Seputar Kuliah dan Bisnis Kuliner


Untuk melunasi tugas testimony saya hari ini, saya tadi ngobrol-ngobrol dengan Mas Afdhal Yaned. Mas Afdhal lahir pada tanggal 17 Februari 1993 di Pekanbaru… *eghm*
Sebagai mahasiswa komunikasi, Mas Afdhal tertarik pada dunia marketing dan periklanan. Karenanya Mas Afdhal mengikuti BSO Deadline. Dengan alasan yang sama pula Mas Afdhal memilih komunikasi strategis sebagai konsentrasi kuliahnya.
Kronologi Mas Afdhal memilih kuliah di jurusan komunikasi ternyata cukup panjang. Sejak SMA Mas Afdhal memiliki ketertarikan pada bidang ekonomi, khususnya ekonomi-akuntansi. Berdasarkan minat ini Mas Afdhal memperoleh gambaran bahwa nantinya ia ingin melanjutkan kuliah di jurusan akuntansi. Akan tetapi, Mas Afdhal cepat menyadari bahwa peminat jurusan akuntansi sangatlah tinggi sehingga persaingan untuk memperebutkan kursi di jurusan ini menjadi  sangat ketat. Melihat kondisi tersebut, Mas Afdhal mencari alternatif jurusan lain yang ilmunya tetap berkaitan seputar bisnis. Darisini Mas Afdhal melihat potensi yang cukup baik dalam jurusan komunikasi, terutama potensi bisnis dari segi advertising dan marketing.
Mas Afdhal ternyata sangat berorientasi pada dunia wirausaha atau bisnis. Ia mengaku memiliki passion dalam bisnis kuliner. Saat ini Mas Afdhal sudah mulai melakoni beberapa bisnis kuliner, yaitu bisnis keripik dan pempek. Baru-baru ini katanya juga ada rencana untuk menambah dengan bisnis kue donat, tapi masih belum terealisasikan. Alasan Mas Afdhal memilih bisnis kuliner sebagai kegiatan wirausahanya cukup menarik, “supaya kalo gak laku bisa dimakan sendiri….,” demikian ungkap Mas Afdhal. Hahaha, bagi-bagi boleh kali mas :D
Ada beberapa tips kuliah yang diberikan oleh Mas Afdhal. Pertama, sebagai mahasiswa kita harus memiliki prinsip dan kemudian berpegang pada prinsip itu secara konsisten. Kedua, sejak dini kita harus sudah tahu apa yang ingin kita kejar dan kita dapatkan agar dalam perjalanannya kita selalu merasa bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan selama kuliah. Ketiga, kuliah itu sebenarnya bukan sekedar mencari nilai melainkan mencari ilmu. “Namun semua ini tentunya kembali pada prinsip dan tujuan diri kita masing-masing…,” lanjutnya. Bagi saya, yang paling adalah nasehat bahwa kita harus menjadi individu yang "tidak-biasa-biasa-saja". Kita harus mampu menampilkan bahwa diri kita berbeda dan unik.
Mas Afdhal bercita-cita dapat mengurangi minimal 1% pengangguran di Indonesia. Harus saya akui, itu sebuah cita-cita yang hebat dan juga sangat mulia. Nah, semoga berhasil ya Mas! Amiiin…. Sukses selalu ya bisnis-bisnisnya! :D Makasih buat waktu dan kesempatan ngobrolnya… J