“Mata tidak pernah berbohong.” Ungkapan ini
cukup terkenal di masyarakat. Sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa kejujuran
dan ketulusan seseorang dapat dilihat dari sinar matanya. Bahkan ada juga orang-orang
yang beranggapan bahwa memang sejatinya hanya matalah yang dapat berkomunikasi secara apa adanya. Mungkin benar demikian
adanya, tatapan mata seseorang dapat berpengaruh pada kepercayaan dan keterbukaan
sang lawan bicara. Pada kenyataannya, telah terbukti dari beberapa riset
terdahulu bahwa dalam sebuah percakapan 50-60% dari keseluruhan perilaku
non-verbal yang ditunjukkan adalah kontak mata, sehingga pesan-pesan tertentu
dalam sebuah percakapan dapat tersampaikan melalui sebuah tatapan mata.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
dikatakan bahwa kontak mata adalah sebuah cara untuk melakukan komunikasi. Ada banyak
cara dan media yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Berdasarkan teori yang ada, dikenal ada dua jenis cara berkomunikasi, yaitu
komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Komunikasi verbal adalah jenis
komunikasi yang menggunakan simbol-simbol verbal, baik secara lisan maupun
tertulis. Sedangkan komunikasi
non-verbal merupakan bentuk komunikasi yang tidak disampaikan melalui kata-kata.
Kontak mata, juga dikenal dengan sebutan
okulesik, adalah salah satu bentuk dari jenis komunikasi non-verbal. Melalui
kontak mata, seseorang (pengirim pesan) dapat menyampaikan informasi atau pesan
kepada orang lain (penerima pesan). Kontak mata tergolong dalam komunikasi
non-verbal karena transmisi pesan yang terjadi melalui kontak mata tidak
menggunakan simbol-simbol verbal. Namun kemudian
bagaimana suatu tatapan mata dapat diterjemahkan menjadi sebuah pesan dengan
makna tertentu? Dan apakah makna yang ditangkap oleh seseorang selalu sama dengan pesan yang dikirim oleh sang
pengirim pesan?
Tatapan mata seseorang dapat menceritakan
bagaimana kondisi pikiran dan perasaan yang sedang dimilikinya. Layaknya pemancar
sinyal, tatapan mata seakan mengirimkan sinyal-sinyal yang kemudian ditangkap
oleh sang lawan bicara sebagai sebuah data. Lalu dengan sendirinya data tersebut
diterjemahkan oleh sang lawan bicara
menjadi sebuah informasi mengenai keadaan sang komunikator. Sinyal yang
terkirim tidak selalu hanya dapat ditangkap oleh seorang lawan bicara saja, melainkan
juga dapat tertangkap oleh orang-orang sekitar yang kebetulan pada saat itu ada
di sekitar dan menangkap tatapan orang tersebut.
Ketika seseorang menangkap sebuah tatapan mata, tidak
selalu arti yang ditangkap oleh orang tersebut sama dengan informasi yang
sebenarnya hendak disampaikan oleh orang yang mengawali kontak mata. Hal ini salah
satunya disebabkan oleh adanya perbedaan dalam ‘database’ dan proses penerjemahan
yang dimiliki oleh setiap individu. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor
subyektif, seperti kepribadian, cara berfikir, kondisi emosi yang sedang
dialami, sudut pandang pemikiran, atau bahkan strata sosial dalam masyarakat. Kesalah-pahaman
dapat terjadi ketika tatapan dari salah satu pihak yang saling berkontak mata merefleksikan
ungkapan-ungkapan yang kurang jelas atau multi-tafsir.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita
kenali beberapa perilaku dan cara-cara orang berkontak mata. Di antara perilaku
kontak mata tersebut terdapat ungkapan-ungkapan mata yang dapat terbaca dengan
jelas. Misalnya, mata melotot. Mudah dipahami bahwa seseorang yang sedang melotot
dengan tatapan terpana pada suatu benda atau orang lain sedang mengalami
keterkejutan atau kemarahan. Contoh lain
adalah sikap memutarkan pupil mata, sebagai pertanda bahwa orang tersebut
sedang menganggap suatu hal remeh dan tidak terlalu penting. Kemudian tatapan
ke bawah, sebuah isyarat bahwa seseorang sedang malu, merasa tidak nyaman, atau
takut. Seseorang yang membuang
pandangan/tatapannya dari orang lain menjadi tanda bahwa orang tersebut sedang
tidak ingin berurusan dengannya. Lalu sikap seseorang yang melirik secara tajam
melalui sudut mata menunjukkan adanya sikap curiga dan tidak percaya.
Disamping tatapan mata yang mudah
terbaca, ada juga sikap-sikap yang sedikit sulit untuk diungkapkan. Terkadang satu tatapan mata bahkan dapat memiliki
penafsiran yang berbeda dan saling berlawanan maknanya. Contohnya, tatapan yang
kosong, tatapan datar, sikap memalingkan pandangan, mata yang berkedi-kedip, atau
sekedar tidak fokus melihat pada satu objek. Orang yang tatapannya datar dapat
diartikan sebagai orang yang sedang bosan dan tidak acuh terhadap keadaan. Akan
tetapi tatapan yang datar ini dapat juga disangka sebagai ekspresi dari perasaan
yang sedih, sedang mudah tersinggung,
atau bahkan sedang melawan.
Setiap ungkapan yang terpancar dari mata
seseorang juga diperjelas oleh kerutan-kerutan mata dan tarikan otot-otot
wajah. Ekspresi wajah memudahkan kita dalam membaca hal yang secara nonverbal sedang
berusaha diungkapkan oleh seseorang.
Pemahaman
setiap orang mengenai satu tatapan mata dapat berbeda dengan org lain. Sayangnya,
pesan-pesan yang tersirat melalui kontak mata kadang teraabaikan dalam
kehidupan sehari-hari. Padahal memperhatikan kontak ini penting, agar kita bisa
memiliki patokan dan batasan dalam bersosialisaasi dengan masyarakat. Jika
tidak, hal ini dapat menyebabkan kesalah-pahaman dan miss komunikasi.
Komunikasi melalui kontak mata memang
lebih sulit untuk dipahami dan dikuasai, namun kontak mata bukanlah sumber
kesalah-pahaman. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tatapan seseorang dalam
sebuah kontak mata dapat menyebabkan adanya penafsiran ganda terhadap pesan
yang ditransmisikan, Dengan demikian, agar dapat memahami apa yang sebenarnya
sedang disampaikan, pihak-pihak yang berkaitan harus menafsirkan sinyal-sinyal
yang ditangkap secara tidak tergesa-gesa, agar tidak menimbulkan
kesalah-pahaman. Selain itu juga diperlukan penilaian yang objektif dalam
memaknai suatu tatapan mata. Hal ini untuk menghindari dan meminimalisir kesalah-pahaman
yang disebabkan oleh subyektifitas diri dan sudut pandang yang hanya sepihak. #bridgingcourse05
Referensi:
-
id.wikipedia.org/wiki/Kontak_mata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar